'Perkawinan keluarga' merupakan adat Madura, dengan cara melakukan perkawinan
dengan sesama keluarga besar. Sistem keluarga besar telah menyebabkan tradisi
yang turun temurun, sehingga dominasi perkawinan dalam keluarga didominasi oleh
orang tua. Anak tidak memiliki power untuk menentukan dengan siapa mereka akan
menjalani perkawinan. Unsur-unsur perkawinan meliputi benda, perilaku, norma
dan makna. Benda-benda dalam perkawinan yaitu : buah kelapa, pisang, bahan
makanan (beras, gula, minyak tanah), seperangkat alat sholat (mukena, al-Quran,
sajadah), seperangkat pakaian dan alat kecantikan.
Perilaku perkawinan dengan cara pihak laki-laki menghantarkan barang kepada pihak perempuan, upacara penyerahan, permintaan dan penerimaan, penentuan perkawinan, upacara akad nikah, resepsi perkawinan, dan sungkeman, serta anjang sana kepada keluarga besar.
Pernikahan keluarga mengandung norma-norma sebagai berikut,
=> tidak boleh menerima tawaran orang lain kalau sudah diikat/dilamar,
=> segala pemberian harus dipakai sendiri oleh calon penganten perempuan
=> menambah erat ikatan keluarga besar,
=> membangun kekuatan/kekuasaan di masyarakat melalui ikatan keluarga,
=> Menyambung ikatan keluarga.
Simbol-simbol yang digunakan, memakai cincin lamaran sebagai tanda bahwa terikat dengan seseorang dan tidak boleh menerima tawaran orang lain. Simbol menghias penganten, kamar penganten ditempatkan dikamar tengah, dengan indah menunjukkan bahwa ada sakralitas sebagai raja dan ratu dalam resepsi tersebut. Upacara akad nikah di masjid sebagai tempat ritual agama yang tinggi kedudukannya karena mengadakan perjanjian suci kepada Allah dan disaksikan oleh keluarga dan masyarakat.
Perilaku perkawinan dengan cara pihak laki-laki menghantarkan barang kepada pihak perempuan, upacara penyerahan, permintaan dan penerimaan, penentuan perkawinan, upacara akad nikah, resepsi perkawinan, dan sungkeman, serta anjang sana kepada keluarga besar.
Pernikahan keluarga mengandung norma-norma sebagai berikut,
=> tidak boleh menerima tawaran orang lain kalau sudah diikat/dilamar,
=> segala pemberian harus dipakai sendiri oleh calon penganten perempuan
=> menambah erat ikatan keluarga besar,
=> membangun kekuatan/kekuasaan di masyarakat melalui ikatan keluarga,
=> Menyambung ikatan keluarga.
Simbol-simbol yang digunakan, memakai cincin lamaran sebagai tanda bahwa terikat dengan seseorang dan tidak boleh menerima tawaran orang lain. Simbol menghias penganten, kamar penganten ditempatkan dikamar tengah, dengan indah menunjukkan bahwa ada sakralitas sebagai raja dan ratu dalam resepsi tersebut. Upacara akad nikah di masjid sebagai tempat ritual agama yang tinggi kedudukannya karena mengadakan perjanjian suci kepada Allah dan disaksikan oleh keluarga dan masyarakat.
Setelah itu acara sungkeman kepada
orang tua sebagai cara penghormatan yang tulus dan hormat, kemudia orang tua
membawa keliling penganten ke hadapan para tamu melambangkan mempercepat
adabtasi, dan bermasyarakat. Ada nilai dehumanisasi yang bersistem kekerasan,
apabila anak atau penganten yang dijodohkan oleh orang tua tersebut belum tentu
mendapat persetujuan oleh anak. Apabila terjadi keretakan hubungan dalam
perjalanan hidupnya, maka akan terjadi segregasi sosial antara keluarga,
misalnya putusnya hubungan keluarga, dan berakhir dengan permusuhan.
Dalam intensitas yang tinggi, maka
terjadi kekerasan seperti budaya “carok” akibat harga dirinya dihina. Mengambil
ilustrasi dari perkawinan keluarga adat Madura dari, unsur-unsur local culture
berupa mata pencaharian dengan kepercayaan bahwa pernikahan itu akan
meningkatkan ekonomi keluarga. Ekonomi orang yang berkeluarga akan semakin
kokoh karena ada nilai tanggung jawab. Pesta merupakan simbol untuk mengerti
kekuatan keluarga, dan ritual untuk membaca doa syukur dan dimensi sosial,
bahwa pasangan tersebut sudah ada yang punya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar